Pinjol Ilegal, Rentenir Online yang Menyengsarakan

- 16 Januari 2024, 21:02 WIB
Pinjol Ilegal, Rentenir Online yang Menyengsarakan/Dok Youtube
Pinjol Ilegal, Rentenir Online yang Menyengsarakan/Dok Youtube /

Karakteristik utama praktik rentenir adalah menerapkan tingkat bunga tinggi dan jauh melebihi angka yang ditawarkan lembaga keuangan sah seperti bank. Hal itu membuat peminjam terperangkap dalam lingkaran setan utang yang sulit diputus karena harus membayar bunga yang besar di atas jumlah pokok pinjaman.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskannya dengan sangat lugas. Rentinir adalah orang yang mencari nafkah dengan membungakan uang; tukang riba; pelepas uang; lintah darat.

Rentenir kerap memanfaatkan situasi finansial seseorang yang tengah kesulitan dan butuh dana mendesak. Rentenir lalu mendapat keuntungan dari mereka.

Rentenir dilarang atau diatur undang-undang di banyak negara untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan dan eksploitasi. Walakin, praktik itu masih saja ada dalam berbagai bentuk dan pemerintah berupaya mengatasinya melalui regulasi yang lebih ketat serta apa yang disebut “literasi keuangan”.

Meminjam uang dari rentenir memang jadi jalan pintas yang mudah tetapi bisa sangat berbahaya dan memiliki konsekuensi serius.

Tingkat bunga tinggi membuat peminjam sulit melunasinya sehingga mereka bisa jadi terus meminjam dari rentenir untuk melunasi utang sebelumnya.

Beberapa rentenir bermoral minus bisa melakukan intimidasi atau kekerasan, baik fisik maupun mental, untuk memaksa peminjam melunasi utang. Hal itu menciptakan situasi berbahaya bagi peminjam dan orang-orang terdekatnya.

Baca Juga: OJK Panggil AdaKami Klarifikasi Terkait Nasabah Pinjol yang Bunuh Diri, Perintahkan Investigasi yang Mendalam

Meminjam dari rentenir bisa menciptakan ketidakstabilan keuangan serius. Peminjam bisa menghabiskan sebagian besar pendapatannya hanya untuk membayar bunga sehingga sulit memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan pendidikan.

Peminjam dari rentenir seringkali dikabarkan stres, cemas, dan malu karena situasi keuangan mereka. Stigma sosial pun muncul dan mengganggu kesejahteraan psikologis mereka.

Halaman:

Editor: Wahyu S

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x